Pemprov Sulawesi Selatan (Sulsel) melaporkan jumlah penduduk miskin mencapai 711.770 orang. Sebanyak 10 kabupaten di Sulsel tertinggi angka kemiskinannya termasuk Kabupaten Pangkep, Jeneponto, hingga Luwu.
Hal itu diungkapkan Wakil Gubernur Sulsel Fatmawati Rusdi dalam Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Tingkat Sulsel 2025 yang digelar secara virtual pada Jumat (16/5). Dalam sambutannya, Fatmawati menegaskan penanggulangan kemiskinan menjadi program prioritas Pemprov Sulsel.
“Penanggulangan kemiskinan adalah kebijakan dan program nasional yang memerlukan sinergi semua pihak,” kata Fatmawati dalam keterangannya yang dikutip, Minggu (18/5/2025).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2024, angka kemiskinan di Sulsel tercatat sebesar 7,77%, turun 0,29 poin dari Maret 2024 yang mencapai 8,06%. Dalam angka absolut, jumlah penduduk miskin berkurang sebanyak 24.700 orang menjadi 711.770 jiwa.
Namun Fatmawati menyoroti adanya kenaikan kemiskinan di wilayah perkotaan (dari 5,08% menjadi 5,21%) dan menekankan pentingnya pendekatan wilayah secara kontekstual. Dalam laporannya, ada 10 daerah dengan jumlah penduduk miskin tertinggi juga menjadi perhatian khusus.
Kabupaten Pangkep menempati posisi teratas dengan 12,41%, diikuti oleh Jeneponto (11,82%) dan Luwu (11,7%). Kabupaten lainnya yang masuk dalam daftar adalah Enrekang, Luwu Utara, Selayar, Tana Toraja, Toraja Utara, Bone, dan Maros.
Fatmawati menilai kemiskinan di Sulsel bersifat multidimensional dan kompleks, bukan semata persoalan pendapatan rendah. Beberapa faktor utama yang menyebabkan tingginya angka kemiskinan salah satunya rendahnya kualitas pendidikan dan keterampilan tenaga kerja, terutama di wilayah perdesaan dan kepulauan.
Selain itu, terbatasnya akses terhadap layanan dasar seperti kesehatan, air bersih, dan sanitasi, ketimpangan pembangunan antar wilayah, terutama antara perkotaan dan daerah terpencil, ketergantungan pada sektor informal dan pertanian tradisional tanpa jaminan perlindungan sosial dan akses pembiayaan, hingga lemahnya koordinasi antar sektor dan antar tingkatan pemerintahan.
“Pemerintah Provinsi telah menyusun rancangan RPJMD yang mengusung visi ‘Sulawesi Selatan Maju dan Berkarakter’ dengan empat misi pembangunan, yang seluruhnya mendukung upaya pengurangan kemiskinan,” ujar Fatmawati.
Strategi penanggulangan kemiskinan disusun berdasarkan tiga pilar utama. Pada pilar pertama fokus pada: pengurangan beban pengeluaran masyarakat melalui penyediaan layanan dasar (pendidikan, kesehatan, air bersih, sanitasi); bantuan sosial tepat sasaran berbasis data kesejahteraan; pembangunan rumah layak huni dan perlindungan kelompok rentan (lansia, disabilitas, perempuan kepala keluarga).
Sementara pilar kedua melalui: peningkatan pendapatan masyarakat, melalui pemberdayaan UMKM dan ekonomi lokal; pelatihan keterampilan kerja, terutama bagi generasi muda; akses permodalan usaha mikro dan produktivitas pertanian dengan teknologi tepat guna.
Sementara pilar ketia yaitu: penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan melalui kegiatan Intervensi wilayah spesifik berbasis data spasial; penataan permukiman kumuh dan pengembangan kawasan tertinggal; pembangunan infrastruktur dasar untuk membuka keterisolasian wilayah; pendekatan integratif dan multisektor di daerah miskin ekstrem.
Fatmawati menegaskan, ketiga pilar tersebut harus didukung oleh penguatan tata kelola yang terintegrasi. Fatmawati juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat komitmen dan menyusun agenda aksi bersama sebagai tindak lanjut dari rakor ini.
Fatmawati juga menekankan perlunya kolaborasi dan koordinasi antara kabupaten dan kota dalam menanggulangi kemiskinan. Dalam konteks daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2020 menjadi acuan penting dalam penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah.
“Koordinasi ini bertujuan untuk menyamakan persepsi, memperkuat kerja sama, serta menyusun strategi yang lebih tajam dan berdampak langsung pada masyarakat miskin,” ujar Fatmawati.