Pemuda berinisial R (20) asal Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara (Sulut), diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) modus scam online atau penipuan online di Myanmar. Orang tua (ortu) R, Nixon Ringkuan berharap Pemprov Sulut membantu memulangkan anaknya karena kerap disiksa selama bekerja.
Kasus dugaan TPPO ini terungkap setelah Nixon datang mengadu ke kantor Gubernur Sulut pada Selasa (15/7). Nixon awalnya mengatakan anaknya bekerja di salah satu perusahaan di Myanmar namun belakangan kerap disiksa.
“Maksud saya datang ke sini meminta bantuan kepada pemerintah provinsi bapak gubernur Sulut untuk bisa memulangkan anak saya yang sekarang ada di Myanmar,” kata Nixon saat dikonfirmasi, Rabu (16/7/2025).
Dia mengatakan anaknya merantau ke Myanmar untuk bekerja di perusahaan pada Februari 2025. Sejauh ini, anaknya masih bisa diajak berkomunikasi sehingga bisa memberi kabar terkait kondisinya.
“Mereka ke sana diajak. Siapa yang mengajak saya tidak tahu karena mereka punya kenalan-kenalan melalui handphone. Anak saya sekarang masih bisa komunikasi,” ujar Nixon.
Nixon mengungkapkan anaknya ke Myanmar bersama sejumlah pekerja lainnya dari berbagai daerah di Indonesia. Dia menyebut ada 10 orang pekerja dari Manado.
“Benar ada orang Manado 10 orang di sana. Jadi semua di sana selain orang Manado, ada WNI 58 orang yang di perusahaan itu. Jadi sekitar 60 orang semua,” tuturnya.
Nixon mengaku tidak tahu nama perusahaan tempat anaknya bekerja hingga diduga mendapat kekerasan fisik. Dia cuma tahu anaknya bekerja sebagai scammer.
“Mereka mendapat kekerasan fisik seperti dipukul, ditendang, ditempeleng. Awalnya belum tahu kerja apa, tapi setelah 3-4 bulan mereka bilang kerja sebagai scammer,” jelas Nixon.
Dia menambahkan kabar anaknya dianiaya di perusahaan tersebut baru tiga bulan lalu. Anaknya yang mengalami luka memar di sekujur tubuhnya bahkan tidak diberi uang untuk berobat.
Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.
“Sekitar 3 bulan lalu mereka sudah mendapat kekerasan di sana. Kondisi fisiknya ada memar dan tidak diberi ruang ke rumah sakit,” bebernya.
Asisten I Pemprov Sulut, Denny Mangala mengatakan pihaknya menerima aduan orang tua dari empat anak yang bekerja di Myanmar. Dia pun menduga empat anak tersebut korban TPPO karena berangkat ke luar negeri sebagai tenaga kerja ilegal.
“Kayaknya seperti itu (korban TPPO), mereka tenaga kerja ilegal. Mereka diiming-imingkan gaji dengan jumlah yang besar,” kata Denny Mangala kepada wartawan, Kamis (17/7).
Denny menuturkan para pekerja itu direkrut oleh perusahaan dengan dalih dibawa ke Singapura dan Thailand. Namun belakangan mereka justru dipekerjakan di Myanmar.
“Iya kayak ditipu, sampai di Myanmar dokumen paspor diambil, handphone diambil, (lalu) dipekerjakan (menjadi) scammer,” tuturnya.
Denny tidak merinci perusahaan yang mempekerjakan mereka. Namun para pekerja dibebankan target tinggi yang jika tidak dicapai akan mendapat kekerasan fisik.
“Mereka yang bekerja di Myanmar itu ada dua yakni pertama judi online, kedua bekerja scammer, tipu tipu di sana,” ucap Denny.
Pemprov Sulut pun akan segera menyelidiki persoalan ini. Pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
“Keluarga (pekerja) tidak tahu siapa yang mengajak mereka. Mereka kan diajak lewat WA (WhatsApp), tidak tahu WA siapa. Kayaknya sudah ada jaringan,” imbuhnya.
Tenaga Kerja Ilegal-Korban TPPO
Asisten I Pemprov Sulut, Denny Mangala mengatakan pihaknya menerima aduan orang tua dari empat anak yang bekerja di Myanmar. Dia pun menduga empat anak tersebut korban TPPO karena berangkat ke luar negeri sebagai tenaga kerja ilegal.
“Kayaknya seperti itu (korban TPPO), mereka tenaga kerja ilegal. Mereka diiming-imingkan gaji dengan jumlah yang besar,” kata Denny Mangala kepada wartawan, Kamis (17/7).
Denny menuturkan para pekerja itu direkrut oleh perusahaan dengan dalih dibawa ke Singapura dan Thailand. Namun belakangan mereka justru dipekerjakan di Myanmar.
“Iya kayak ditipu, sampai di Myanmar dokumen paspor diambil, handphone diambil, (lalu) dipekerjakan (menjadi) scammer,” tuturnya.
Denny tidak merinci perusahaan yang mempekerjakan mereka. Namun para pekerja dibebankan target tinggi yang jika tidak dicapai akan mendapat kekerasan fisik.
“Mereka yang bekerja di Myanmar itu ada dua yakni pertama judi online, kedua bekerja scammer, tipu tipu di sana,” ucap Denny.
Pemprov Sulut pun akan segera menyelidiki persoalan ini. Pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
“Keluarga (pekerja) tidak tahu siapa yang mengajak mereka. Mereka kan diajak lewat WA (WhatsApp), tidak tahu WA siapa. Kayaknya sudah ada jaringan,” imbuhnya.