Pokja Ungkap Arahan Menangkan Tender Jalan Sabbang-Tallang ke PT Aiwondeni

Posted on

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 5 saksi dari Kelompok Kerja (Pokja) paket Jalan Sabbang-Tallang, Luwu Utara (Lutra) dalam kasus dugaan korupsi senilai Rp 7,4 miliar. Pokja mengaku mendapatkan perintah dari mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sulawesi Selatan (Sulsel) Sari Pudjiastuti untuk memenangkan PT Aiwondeni Permai.

Hal itu disampaikan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek Jalan Sabbang-Tallang di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Selasa (26/8). Kelima saksi diperiksa secara terpisah dan yang pertama diperiksa adalah Syamsuryadi.

Syamsuryadi mengatakan sebelum proses pelelangan, dia dan keempat Pokja dipanggil ke ruangan Sari Pudjiastuti. Mereka diberikan secarik kertas berisikan alamat PT Aiwondeni Permai.

“Kami disuruh memenangkan PT Aiwondeni pada pelelangan Ruas Sabbang-Tallang, kami dikasih kertas yang berisikan alamat Jalan Andi Pangeran Pettarani,” beber Syamsuryadi dalam persidangan, Selasa (26) 8/2025).

Dia menyebut Sari memerintahkan Pokja untuk mendatangi PT Aiwondeni Permai tersebut. Pada hari yang sama, ketiga Pokja pun berangkat menuju alamat yang tertera pada kertas yang diberikan.

“Kami berlima (Pokja) tapi yang ke sana (PT Aiwondeni) cuma 3 orang, karena waktu itu sore dan arah rumah kami yang searah dengan Pettarani sekalian singgah. (Tiga orang itu) Saya, Syamsul Bahri, dan Abdul Naim,” katanya.

Saat di lokasi, ketiga Pokja tersebut bertemu dengan dua orang yaitu Saiful dan satunya lagi diketahui berperawakan gemuk, putih, dan mata sipit. Belakangan baru ia mengetahui namanya adalah Ong Onggianto.

“Orang itu (Ong) memberikan company profile. Kami lihat di situ company profilenya, tidak diambil,” ujar Syamsuryadi.

Pertemuan tersebut tidak berlangsung lama. Keesokan harinya, Syamsuryadi dan keempat rekan Pokja lainnya melaporkan hasil pertemuannya.

“Kami telah temui berdasarkan alamat yang dikasi, itu saja (yang dilaporkan kepada Sari). Ibu (Sari menanggapi dengan) bilang iya,” sebutnya.

Lebih lanjut Syamsuryadi menyebut ada 3 perusahaan yang sampai pada tahap penawaran. Namun 2 perusahaan gugur karena ada persyaratan yang tidak terpenuhi.

“Ada yang tidak memenuhi persyaratan administrasi, kemudian ada yang gugur di pembuktian kualifikasi dan teknis,” jelasnya.

Sementara itu, Pokja memenangkan PT Aiwondeni Permai sebagaimana arahan Sari Pudjiastuti. Padahal menurutnya, PT Aiwondeni tersebut tidak layak untuk dimenangkan.

Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu diklarifikasi dan konfirmasi lebih lanjut seperti mengenai keaslian dokumen personel, surat kuasa, surat pajak, hingga surat dukungan alat. Namun hal itu tidak dilakukan oleh tim Pokja karena pada akhirnya akan tetap dimenangkan sesuai arahan Sari Pudjiastuti.

“Karena sudah ada arahan (dari Sari Pudjiastuti). Iya (tidak layak dimenangkan),” tuturnya.

Bahkan sebelum penetapan pemenang, katanya, Sari Pudjiastuti kembali memanggil tim Pokja untuk ke ruangannya. Sari ingin memastikan bahwa PT Aiwondeni yang ditetapkan sebagai pemenang.

“Kami melaporkan saja yang menang ini PT Aiwondeni. (Tanggapan Sari) mengiyakan,” katanya.

Lebih lanjut Syamsuryadi menyampaikan alasan dia dan keempat orang di tim Pokja tersebut mengikuti perintah Sari Pudjiastuti. Dia menyebut takut dimutasi jika tidak mengindahkan perintah atasan.

“(Tidak menolak) Karena itu perintah atasan, kami takut. Kami takut disanksi,” ujarnya.

Hal senada disampaikan oleh keempat saksi lainnya yaitu Andi Sahwan, Andi Salmiati, Abdul Muin, Syamsul Bahri, Munandar Naim. Mereka tidak berani menolak dan tidak juga menyampaikan bahwa itu hal yang tidak benar.

“Kami takut melawan perintah pimpinan,” ujar Munandar Naim.

“Kami takut disanski,” timpal Andi Salmiati.

Sementara Syamsul Bahri dan Abdul Muin menyebut takut dipindahkan jika menolak perintah. Lantaran hal tersebut pernah terjadi pada rekannya, namun bukan saat Sari Pudjiastuti yang menjabat sebagai Kepala Biro.

“Kami takut dipindahkan. Kami bekerja di bawah tekanan. Kami bekerja di bawah perintah,” ucap Syamsul Bahri.

“Pernah ada Pokja dikasi pindah ke Luwu Utara, ke Toraja,” timpal Abdul Muin.

Majelis hakim pun menyayangkan sikap tersebut dan ditakutkan jika seluruh yang bertugas di pemerintahan memiliki pikiran seperti itu. Majelis hakim kemudian memberikan nasihat.

“Mau dipindahkan ke mana pun kalau jujur, tidak akan pusing. Sekarang ini pusing kan?” kata Ketua Majelis Halim Andi Musyafir.

“Saya tidak takut, saya cuma takut sama Allah. Selama benar, saya tidak takut. Mengikuti perintah atasan tapi tidak memikirkan keluarga bapak, ini nasihat pak. Kenapa mesti takut, mindsetnya bapak itu jadinya mental begitu,” sambungnya.

Pada akhir persidangan, Sari Pudjiastuti menanggapi pernyataan dari masing-masing terdakwa. Dia menyangkal semua keterangan yang menyebut dia memanggil tim Pokja ke ruangannya dan menerima laporan.

“Saya tidak pernah dilapori (oleh Pokja). Saya juga tidak pernah memanggil Pokja tentang progres lelang,” bantah Sari.

Dia bahkan mengetahui informasi terkait pelelangan tersebut dari portal resmi, bukan dari tim Pokja. Kemudian ketika memberikan secarik kertas tersebut, Sari pun mengaku tidak mengetahui nama perusahaan dan tidak pernah menyuruh memenangkannya.

“Saat saya memberi arahan, saya juga tidak tahu nama perusahaannya. Bukan saya menyuruh memenangkan, tidak,” terangnya.

“Mereka menyampaikan takut dipindah, saya tidak pernah memindahkan,” sambungnya.

Sari Bantah Terima Laporan dari Tim Pokja

Saat di lokasi, ketiga Pokja tersebut bertemu dengan dua orang yaitu Saiful dan satunya lagi diketahui berperawakan gemuk, putih, dan mata sipit. Belakangan baru ia mengetahui namanya adalah Ong Onggianto.

“Orang itu (Ong) memberikan company profile. Kami lihat di situ company profilenya, tidak diambil,” ujar Syamsuryadi.

Pertemuan tersebut tidak berlangsung lama. Keesokan harinya, Syamsuryadi dan keempat rekan Pokja lainnya melaporkan hasil pertemuannya.

“Kami telah temui berdasarkan alamat yang dikasi, itu saja (yang dilaporkan kepada Sari). Ibu (Sari menanggapi dengan) bilang iya,” sebutnya.

Lebih lanjut Syamsuryadi menyebut ada 3 perusahaan yang sampai pada tahap penawaran. Namun 2 perusahaan gugur karena ada persyaratan yang tidak terpenuhi.

“Ada yang tidak memenuhi persyaratan administrasi, kemudian ada yang gugur di pembuktian kualifikasi dan teknis,” jelasnya.

Sementara itu, Pokja memenangkan PT Aiwondeni Permai sebagaimana arahan Sari Pudjiastuti. Padahal menurutnya, PT Aiwondeni tersebut tidak layak untuk dimenangkan.

Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu diklarifikasi dan konfirmasi lebih lanjut seperti mengenai keaslian dokumen personel, surat kuasa, surat pajak, hingga surat dukungan alat. Namun hal itu tidak dilakukan oleh tim Pokja karena pada akhirnya akan tetap dimenangkan sesuai arahan Sari Pudjiastuti.

“Karena sudah ada arahan (dari Sari Pudjiastuti). Iya (tidak layak dimenangkan),” tuturnya.

Bahkan sebelum penetapan pemenang, katanya, Sari Pudjiastuti kembali memanggil tim Pokja untuk ke ruangannya. Sari ingin memastikan bahwa PT Aiwondeni yang ditetapkan sebagai pemenang.

“Kami melaporkan saja yang menang ini PT Aiwondeni. (Tanggapan Sari) mengiyakan,” katanya.

Lebih lanjut Syamsuryadi menyampaikan alasan dia dan keempat orang di tim Pokja tersebut mengikuti perintah Sari Pudjiastuti. Dia menyebut takut dimutasi jika tidak mengindahkan perintah atasan.

“(Tidak menolak) Karena itu perintah atasan, kami takut. Kami takut disanksi,” ujarnya.

Hal senada disampaikan oleh keempat saksi lainnya yaitu Andi Sahwan, Andi Salmiati, Abdul Muin, Syamsul Bahri, Munandar Naim. Mereka tidak berani menolak dan tidak juga menyampaikan bahwa itu hal yang tidak benar.

“Kami takut melawan perintah pimpinan,” ujar Munandar Naim.

“Kami takut disanski,” timpal Andi Salmiati.

Sementara Syamsul Bahri dan Abdul Muin menyebut takut dipindahkan jika menolak perintah. Lantaran hal tersebut pernah terjadi pada rekannya, namun bukan saat Sari Pudjiastuti yang menjabat sebagai Kepala Biro.

“Kami takut dipindahkan. Kami bekerja di bawah tekanan. Kami bekerja di bawah perintah,” ucap Syamsul Bahri.

“Pernah ada Pokja dikasi pindah ke Luwu Utara, ke Toraja,” timpal Abdul Muin.

Majelis hakim pun menyayangkan sikap tersebut dan ditakutkan jika seluruh yang bertugas di pemerintahan memiliki pikiran seperti itu. Majelis hakim kemudian memberikan nasihat.

“Mau dipindahkan ke mana pun kalau jujur, tidak akan pusing. Sekarang ini pusing kan?” kata Ketua Majelis Halim Andi Musyafir.

“Saya tidak takut, saya cuma takut sama Allah. Selama benar, saya tidak takut. Mengikuti perintah atasan tapi tidak memikirkan keluarga bapak, ini nasihat pak. Kenapa mesti takut, mindsetnya bapak itu jadinya mental begitu,” sambungnya.

Pada akhir persidangan, Sari Pudjiastuti menanggapi pernyataan dari masing-masing terdakwa. Dia menyangkal semua keterangan yang menyebut dia memanggil tim Pokja ke ruangannya dan menerima laporan.

“Saya tidak pernah dilapori (oleh Pokja). Saya juga tidak pernah memanggil Pokja tentang progres lelang,” bantah Sari.

Sari Bantah Terima Laporan dari Tim Pokja

Dia bahkan mengetahui informasi terkait pelelangan tersebut dari portal resmi, bukan dari tim Pokja. Kemudian ketika memberikan secarik kertas tersebut, Sari pun mengaku tidak mengetahui nama perusahaan dan tidak pernah menyuruh memenangkannya.

“Saat saya memberi arahan, saya juga tidak tahu nama perusahaannya. Bukan saya menyuruh memenangkan, tidak,” terangnya.

“Mereka menyampaikan takut dipindah, saya tidak pernah memindahkan,” sambungnya.