Polisi mengungkap kendala dalam memberantas kelompok kriminal bersenjata (KKB) di . Perkara medan geografis yang berat dan minimnya infrastruktur disebut menjadi tantangan aparat dalam menjangkau wilayah operasi untuk penindakan KKB.
“Wilayah yang luas, akses terbatas, serta minimnya infrastruktur memperlambat pergerakan dan jangkauan operasi aparat,” ungkap Wakapolda Papua Brigjen Faizal Ramadhani dalam keterangannya, Kamis (17/7/2025).
Kepala Satgas Damai Cartenz ini mengatakan, operasi penegakan hukum di wilayah Papua tidak bisa disamakan dengan pulau lain. Sejumlah wilayah Papua masih sulit dijangkau karena keterbatasan infrastruktur.
“Wilayah Papua itu 2-4 kali lipat lebih besar dari Pulau Jawa. Infrastruktur minim, cuaca ekstrem, dan tantangan logistik memperberat semua proses,” ungkapnya.
Di satu sisi, Faizal turut menekankan, penyelesaian konflik Papua memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan perubahan paradigma. Penanganan konflik tidak bisa hanya mengandalkan operasi keamanan, melainkan memerlukan penanganan sosial, ekonomi, dan ideologis secara serempak.
“Permasalahannya bukan cuma senjata, ada ketimpangan, ada keterbatasan, ada luka sejarah. Maka penyelesaiannya harus berbasis paradigma yang baru dan komprehensif, tidak bisa parsial. Kalau belum satu pemahaman, sulit bicara strategi teknis jangka panjang,” jelasnya.
Dia menambahkan, penanganan konflik dan keamanan di Papua tidak bisa dibebankan hanya kepada institusi Polri maupun TNI. Menurut Faizal, penanganan konflik di Papua adalah bagian dari kebijakan nasional yang harus didukung oleh seluruh pemangku kepentingan.
“Polri tidak mungkin berdiri sendiri. Penanganan Papua harus menjadi kerja kolektif seluruh stakeholder. Ini menyangkut pendekatan keamanan, sosial, ekonomi, dan pembangunan,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, KKB di Papua ternyata tidak hanya menyebarkan doktrin Papua merdeka sebagai strategi menarik simpati pemuda menjadi anggotanya. KKB turut memanfaatkan isu minimnya lapangan pekerjaan untuk merekrut kaum milenial bergabung dalam kelompok separatis.
Maraknya keterlibatan kaum milenial dalam kelompok separatis terungkap dari hasil pemetaan aktivitas KKB yang tersebar di 14 kabupaten wilayah Papua. Tercatat, ada 11 kabupaten di antaranya yang masuk dalam wilayah operasi aktif Satgas Damai Cartenz.
“Dari jumlah tersebut, 5 kabupaten teridentifikasi memiliki intensitas gangguan keamanan yang tinggi, terutama karena dominasi anggota KKB yang berasal dari kalangan anak muda dan milenial,” ungkap Faizal.
Faizal tidak merinci kabupaten rawan serangan KKB yang dimaksud. Namun KKB disebut semakin aktif beroperasi setelah melibatkan kaum milenial. Generasi muda terpengaruh menjadi kelompok separatis karena berbagai faktor.
“Kelompok-kelompok ini banyak merekrut pemuda dengan berbagai alasan, tidak hanya karena ideologi Papua merdeka, tetapi juga karena faktor lain seperti minimnya lapangan kerja, kesenjangan pembangunan, dan keterbatasan akses terhadap kesejahteraan,” imbuhnya.