Pro dan Kontra soal Rencana Pembentukan Perda Anti-LGBT di Makassar

Posted on

Rencana Wali Kota Makassar mendorong pembentukan peraturan daerah (perda) terkait larangan aktivitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) menimbulkan pro dan kontra. DPRD Makassar mendukung rencana perda anti-LGBT itu, namun Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar justru menolak.

Diketahui, rencana penyusunan perda anti-LGBT kembali mengemuka usai viral 2 pria berciuman di tempat hiburan malam (THM) Helens Play Mart Makassar. Satgas Pengawasan Perizinan Kota Makassar pun turun menyegel sementara THM tersebut pada Rabu (23/4) malam.

“Kami akan mendorong adanya perda LGBT, supaya ini benar-benar, minta maaf yah bukan menyangkut ini itu, tapi kan ini sudah mempertontonkan di muka umum,” kata Appi kepada wartawan di Balai Kota Makassar, Kamis (24/4/2025).

Appi mengatakan aksi pria sesama jenis saling berciuman tidak baik bagi generasi muda. Dia mengaku sudah banyak mendapat laporan adanya aksi tidak senonoh di THM yang mesti ditertibkan.

“Lalu ada lagi yang viral perempuan. Minta maaf, perempuan pakai jilbab dicekoki miras. Apa ini? Yang izin-izin (THM) seperti ini, harus ditertibkan,” jelasnya.

Dia mengaku mempersilakan THM beroperasi asal sesuai izin dan tetap taat pada norma sosial. Hal ini harus sejalan dengan program Pemkot Makassar di bawah kepemimpinannya yang ingin menjadikan masyarakat Makassar berakhlak mulia.

“Kita selalu bilang dari awal, yang ingin kita bangun adalah akhlak. Ini harus ada pendidikan,” imbuh Appi.

DPRD Makassar mendukung pembentukan perda anti-LGBT yang kembali digaungkan Appi. Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Makassar Anwar Faruq mengaku Pemkot Makassar bisa mencontoh Pemkot Bogor yang telah menerbitkan perda tersebut.

“Di Bogor sudah ada (perda larangan LGBT), makanya kita mau pelajari juga biar sama-sama belajar, bagaimana bisa menelurkan perda itu,” kata Anwar kepada infoSulsel, Jumat (21/4).

Anwar berharap rancangan perda (ranperda) terkait larangan LGBT tersebut bisa dibahas dalam waktu dekat. Pasalnya ranperda tersebut sedianya sempat dibahas di DPRD Makassar.

“Sudah pernah dimunculkan di DPRD cuma masih mendapatkan banyak tantangan, dan sekarang dimunculkan kembali dengan bantuan kerja sama eksekutif dalam hal ini Pak Wali,” ucanya.

Ketua DPD PKS Makassar ini mengaku ranperda terkait larangan LGBT sempat masuk dalam program legislasi daerah (prolegda) 2023. Namun ranperda tersebut mandek dibahas setelah ada penolakan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM).

“Masih banyak LSM, yang baru aja direncanakan (perdanya) saja, mulai menyatakan perlawanannya atau penentangannya terhadap perda tersebut. Mereka yang pro LGBT,” ujarnya.

Namun Anwar menegaskan ranperda larangan LGBT ini sudah urgen untuk dibahas dan diterbitkan regulasinya. Menurut dia, aktivitas LGBT semakin membuat resah masyarakat imbas viralnya 2 pria berciuman di THM.

“Memprihatinkan. Jadi pembentukan perda ini sangat perlu untuk diadakan di Kota Makassar untuk menghindari hal-hal yang melanggar tatanan susila dan norma agama,” tutur Anwar.

Anwar menganggap penyimpangan seksual bisa mengakibatkan kesengsaraan. Dia menilai LGBT merupakan penyakit, sehingga yang perlu ditekankan dalam perda itu nantinya adalah fokus pada pencegahan dan pembinaan.

“Mereka ini (LGBT) kan penyakit jadi harus diobati. Jangan dikriminalkan, jangan dikucilkan tetapi harus dibina dengan baik. Sehingga mereka sadar bahwa perilaku tersebut tidak benar,” bebernya.

Menurut Anwar, membatasi ruang gerak LGBT termasuk dalam bentuk pembinaan. Anwar khawatir perilaku LGBT yang secara bebas saat ini dikhawatirkan menimbulkan dampak yang lebih luas.

“Kita akan buat perdanya lebih bagus karena dampaknya kalau dibiarkan sangat banyak. Penderita HIV/AIDS didominasi penyuka sesama jenis ini, permintaan miras akan naik, perilaku KDRT akan naik dari perilaku tersebut,” tutur Anwar.

Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menegaskan menolak pembahasan ranperda terkait larangan LGBT. Pihaknya menganggap regulasi itu diskriminatif dan berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).

“Inikan sebenarnya ranperda yang memang dulu di tahun 2023 pernah diusulkan untuk dijadikan perda tapi kita menolak, karena menurut kami akan meningkatkan kebencian,” tegas Direktur LBH Makassar Abdul Azis Dumpa kepada infoSulsel, Jumat (25/4).

Azis mengatakan sebagian masyarakat keliru memahami orientasi seksual yang menganggap LGBT sebagai penyimpangan seksual. Kesalahpahaman ini rawan membuat posisi LGBT semakin terpinggirkan.

“Jadi tidak bisa sebenarnya (dibuatkan perda) karena pada faktanya yang terjadi adalah, karena menganggap LGBT sebagai penyimpangan seksual justru memperbanyak lagi peristiwa diskriminasi kepada LGBT,” tuturnya.

Pihaknya menilai ranperda LGBT tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Regulasi itu dinilai akan bertentangan dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang justru menyebut LGBT bukan sebagai penyimpangan atau gangguan.

“Kalau (perda) ini dibuat maka akan ada misalnya kegiatan yang sifatnya pengamanan, rehabilitasi, karena dianggap sebagai penyimpangan, seringkali pendekatan pengamanan dan rehabilitasi dilakukan secara represif,” ucap Azis.

“Kalau nanti ini kemudian ada perdanya, kelompok LGBT nanti akan sulit mengakses layanan dasar dan pendidikan. Kemudian sulit mendapat pekerjaan kalau misalnya dikatakan LGBT, dia bisa kehilangan pekerjaan dan seterusnya,” sambungnya.

Menurut Azis, pemerintah atau aparat penegak hukum seharusnya fokus menegakkan undang-undang hukum pidana yang berlaku tanpa harus memandang orientasi seksual. Dia menegaskan, tindakan asusila bisa dilakukan siapa saja tanpa melihat orientasi seksualnya.

“Kan sudah ada undang-undang hukum pidana. Kalau misalnya mengatakan ada orang yang melakukan tindak pidana tertentu, silakan saja diproses. Artinya, ini tidak ada urgensi sebenarnya apa yang hendak diselesaikan perda ini sehingga mau digolkan lagi,” terang Azis.

Dia kembali menegaskan bahwa ranperda anti-LGBT rawan memperburuk keadaan. Hal ini terjadi karena cara pandang keliru yang menganggap LGBT sebagai penyimpangan seksual.

“Jadi menurut kami tidak ada urgensi untuk mendorong perda LGBT ini, justru akan menambah banyaknya pelanggaran HAM terhadap mereka karena stigma diskriminasi,” imbuh Azis.

Perda Anti-LGBT Bogor Jadi Referensi

Perda Anti-LGBT Dinilai Diskriminatif

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *