7 Fakta Malut United Pecat Imran-Yeyen gegara Potong Gaji-Ambil Fee Pemain

Posted on

Manajemen memecat Imran Nahumarury sebagai pelatih dan Yeyen Tumena dari kursi direktur teknik (dirtek). Usut punya usut, keduanya diberhentikan setelah diduga terlibat praktik ilegal berupa pemotongan gaji pemain hingga mengambil fee agen pemain.

Kebijakan manajemen Malut United sempat menimbulkan kontroversi. Apalagi Imran dan Yeyen dinilai turut andil membawa Laskar Kie Raha sebagai tim promosi mampu menempati peringkat ketiga klasemen akhir Liga 1 musim 2024/2025.

“Kita ingin membersihkan klub ini dari tindakan-tindakan yang menurut kita melanggar secara prinsip maupun tujuan klub,” tegas Wakil Manajer Malut United Asghar Saleh saat konferensi pers di Ternate, Selasa (24/6/2025).

Dirangkum infocom, Kamis (26/6), berikut 7 fakta pemecatan Imran dan Yeyen dari Malut United:

Manajemen Malut United awalnya mengumumkan Imran dan Yeyen dipecat dengan alasan sebatas melakukan pelanggaran berat tanpa mengungkap detail masalahnya. Belakangan, hal itu ternyata menimbulkan kegaduhan publik.

“Kami sadar bahwa kasus ini sudah 3 minggu terakhir menjadi perbincangan yang tidak pernah habis di publik sepakbola di Indonesia,” ucap Ashgar.

Manajemen akhirnya memutuskan membongkar pelanggaran Imran dan Yeyen. Malut United beranggapan keduanya sempat bereaksi yang berlebihan usai dipecat yang menimbulkan sentimen negatif ke klub.

“Kita berharap mereka menerima dengan semua kesalahan yang telah lakukan. Tapi ternyata ada beberapa klarifikasi-klarifikasi yang muncul yang menurut kita sangat mengganggu karena tidak sesuai fakta yang terjadi,” jelasnya.

Belakangan, Imran disebut sudah meminta maaf secara terbuka kepada manajemen Malut United atas kegaduhan tersebut. Asghar mengaku Malut United sudah menerima surat pernyataan Imran yang mengakui kesalahannya.

“Kemudian berjanji tidak akan melakukan konfrontasi dalam bentuk apapun di media apapun dan dia (Imran) meminta maaf secara terbuka ke manajemen klub dan beberapa petinggi klub termasuk owner,” paparnya.

Sementara Yeyen sendiri dianggap masih diam atas situasi yang terjadi. Manajemen Malut United pun mengancam membawa kasus ini ke jalur hukum jika Yeyen tidak meminta maaf dan mengakui kesalahannya.

“Ada opsi juga menempuh jalur hukum jika tidak ada niat baik untuk mengakui bahwa mereka melakukan kesalahan,” ujar Ashgar.

Asghar menyebut Malut United memiliki kebiasaan memberangkatkan pemain yang muslim untuk umrah. Namun akomodasi biaya ibadah itu justru diduga ditilap keduanya.

“Yang muslim itu setiap awal musim selalu kita berikan kesempatan untuk umrah. Saudara-saudara kita yang kristiani itu kita beri nominal yang sama untuk mereka ke Yerusalem,” tuturnya.

Asghar mengklaim manajemen memiliki bukti atas perbuatan Imran dan Yeyen. Dia menyesalkan biaya perjalanan ibadah sebagai bonus pemain dari klub juga dimanfaatkan oleh keduanya.

“Ada beberapa pemain yang memberi laporan ke kita bahwa uang-uang mereka juga dipotong dalam hal ibadah,” beber Ashgar.

Manajemen Malut United juga menemukan adanya praktik permintaan uang kepada pemain jika ingin dimainkan atau dipasang sebagai starter. Asghar mengaku kondisi ini ternyata kerap menjadi perbincangan internal pemain.

Ngana tara dimainkan karena ngana tara kase (saya tidak dimainkan karena saya tidak setor),” kata Asghar menirukan obrolan pemain yang disebutnya kerap menjadi bahan senda gurau internal.

Asghar mengaku hal itu terungkap setelah dilakukan penelusuran hingga menanyakan ke pemain satu per satu. Manajemen menyayangkan kejadian yang dianggap merugikan tim tersebut.

“Itu menjadi bukan lagi fitnah, tapi fakta. Dan ketika itu sampai ke manajemen, kami memilih menyelamatkan tim, dengan situasi seperti itu tidak mungkin kami diam memberikan toleransi untuk terus berulang,” jelasnya.

Manajemen turut mengungkap dugaan praktik pemotongan gaji pemain. Praktik ilegal terungkap setelah pemain asing menghadap langsung ke manajemen Malut United mengeluhkan adanya pemotongan uang muka atau down payment (DP) dari nilai kontrak.

“Tiga bulan lalu sebelum liga berakhir itu ada 2 pemain asing, yang satunya sempat ketemu saya dan owner (klub) langsung mengeluhkan bahwa uang DP-nya dipotong oleh agen pemain. Kami semula berpikir bahwa ini mainannya agen,” jelasnya.

Asghar lalu menjelaskan bahwa setiap transfer pemain atau pembelian pemain, agen berhak menerima fee 10% dari total nilai kontrak. Fee agen itulah yang diduga diambil, sehingga agen yang merasa haknya ditilap lantas ikut mengurangi uang yang seharusnya diterima pemain.

“Kami punya bukti transaksi dari agen ke dirtek (Yeyen), kemudian karena agennya tidak mendapat hak 10%, ketika kita bayar DP ke pemain misalnya, dia mengambil 10% dari DP pemain, sehingga otomatis uang yang diterima pemain akan kurang,” papar Asghar.

Manajemen Malut United mengaku praktik ilegal yang dilakukan Imran dan Yeyen sudah mulai terendus sejak klub masih di Liga 2. Ashgar mengakui manajemen sempat menegur dan memberi kesempatan agar keduanya tidak mengulangi perbuatan.

“Indikasi ini sebenarnya sudah ada di Liga 2. Manajemen maupun owner klub sudah mengetahui hal ini. Namun ini bukan dibiarkan ya, tapi owner itu ingin orang berubah menjadi baik, bahwa mereka berdua adalah mantan pemain tim nasional punya reputasi yang sangat bagus,” terangnya.

Manajemen bahkan sampai menaikkan gaji atau nilai kontrak keduanya agar berhenti melakukan perbuatannya. Namun Imran dan Yeyen masih mengulangi perbuatannya saat manajemen sudah memberikan gaji tinggi dan fasilitasi yang mumpuni.

“Saya kasih analogi seperti begini, kalau misalnya di Liga 2 kontraknya itu berkisar antara Rp 1 miliar per orang. Kita tahu mungkin praktik seperti ini masih berjalan, kemudian kita menaikkan gajinya hampir 350% dari Liga 2,” ujar Ashgar.

Malut United ternyata memecat Imran dan Yeyen saat keduanya baru saja diperpanjang kontraknya pada Januari 2025 lalu. Manajemen bahkan telah membayar uang muka untuk keduanya.

“Kita sudah membayar DP kontrak dari head coach dan dirtek sesuai perjanjian kerja yang kita tanda tangan di awal tahun. Kita sudah membayar, dan itu menjadi hak mereka,” beber Asghar.

Namun manajemen tidak wajib membayar kompensasi setelah keduanya dipecat karena terbukti melakukan pelanggaran berat. Hal ini mengacu dalam klausul kontrak yang sudah ditandatangani keduanya.

“Di kontrak itu jelas disebut bahwa keduanya melakukan pelanggaran menurut manajemen, tim tidak bisa ditoleransi. Kita bisa melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak dan itu sudah kita lakukan tanpa kompensasi apapun,” pungkasnya.

1. Pemecatan Imran-Yeyen Bikin Gaduh

2. Imran Minta Maaf-Yeyen Masih Diam

3. Akomodasi Uang Ibadah Pemain Dipotong

4. Pemain Setor Uang Jika Mau Dimainkan

5. Dugaan Pemotongan Gaji Pemain Asing

6. Praktik Ilegal Imran-Yeyen Sejak Liga 2

7. Pemecatan Setelah Perpanjang Kontrak