Sorotan MUI Sulsel soal Penegakan Hukum di Balik Fatwa Haram Sobis

Posted on

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan (Sulsel) mengeluarkan fatwa yang mengharamkan perilaku sobis yang marak terjadi di Sulsel. Fatwa ini diharapkan bisa mencegah tindak kriminal di tengah penegakan hukum pidananya yang dinilai belum maksimal.

Diketahui, sobis atau yang juga diistilahkan sosial dan bisnis merupakan perilaku modus penipuan berbasis digital atau online. Dalam bahasa daerah di Sulsel, pelaku yang melakukan tindakan sobis dikenal dengan sebutan passobis.

MUI Sulsel mengharamkan perilaku sobis lewat fatwa bernomor: 006 Tahun 2025 tentang Hukum Sobis. Fatwa itu diteken Ketua Komisi Fatwa MUI Sulsel Prof Dr KH Rusydi Khalid dan Sekretaris Dr KH Syamsul Bahri Abd Hamid pada 4 Mei 2025.

“Kegiatan sobis termasuk dalam kategori penipuan (gharar dan tadlis) yang diharamkan dalam Syariat Islam,” demikian tertulis terkait ketentuan hukum dalam fatwa MUI Sulsel tersebut.

Dalam fatwanya, MUI Sulsel menegaskan, harta yang diperoleh dari kegiatan sobis adalah haram. Keputusan ini memperhatikan dalil Al-Qur’an, hadis Nabi Muhammad SAW, pendapat ulama, serta memperhatikan dampak ekonomi dan psikologis yang ditimbulkan.

Passobis dapat dikenakan hukuman ta’zir/sanksi sesuai dengan hukum dan aturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tertulis fatwa MUI Sulsel.

Sekretaris Umum MUI Sulsel KH Muammar Bakry menjelaskan, fatwa haram terhadap kegiatan sobis berangkat dari keresahan masyarakat. Dia mengaku sudah banyak korban yang terdampak dari aksi kejahatan passobis.

“Hanya saja hampir tidak ada penyelesaian dalam hukum. Kemarin misalnya pihak TNI secara kelembagaan menangkap puluhan orang yang diduga (passobis),” kata Muammar kepada infoSulsel, Selasa (7/5/2025).

Kodam XIV/Hasanuddin sebelumnya menangkap 40 terduga passobis di Kabupaten Sidrap. Para pelaku kemudian diserahkan ke Polda Sulsel, namun belakangan 37 orang di antaranya dipulangkan dengan alasan belum ada laporan resmi dari korban.

“Sayangnya tidak ada penyelesaiannya secara hukum dengan alasan tidak ada korbannya mengaku. Padahal sudah banyak korban yang menyampaikan itu dan bahkan sudah melapor ke polisi,” tuturnya.

Muammar mengatakan, salah satu daerah di Sulsel bahkan sudah dianggap sebagai sarang passobis. Mirisnya, perilaku sobis dianggap sebagai sebuah kebanggaan bagi yang menjalankannya.

“Di daerah tertentu kegiatan sobis itu dianggap sebagai kebanggaan dan kalau itu terjadi di masyarakat, dianggap kebaikan dan kebanggaan,” ungkap Muammar.

Anggapan tersebut dinilai bisa merusak tatanan sosial dan nilai moral yang dibangun di Indonesia. Persoalan ini dianggap bisa merusak wajah masyarakat khususnya Sulsel.

“Oleh karena itu, tentu MUI berkewajiban menyampaikan duduk perkara bagaimana sebenarnya kegiatan sobis itu yang indikasinya mengarah kepada penipuan dan pencurian,” tegasnya.

Muammar menambahkan, fatwa yang mengharamkan perilaku sobis dibuat berdasarkan aturan dan larangan yang terkandung dalam Al-Qur’an. Jika melanggar, maka dinilai tidak mematuhi ajaran Islam.

“Jadi kalau ini tetap dilanggar berarti menginjak-injak Al-Qur’an, kalau pelakunya muslim berarti menginjak Al-Qur’annya sendiri. Tentang bagaimana efeknya, tentu kita serahkan ke pemerintah dan penegak hukum,” jelasnya.

MUI Sulsel pun akan mensosialisasikan fatwa haram sobis ini ke masyarakat, termasuk kepada pelaku sendiri. Dia juga berharap warga saling mengingatkan untuk menghindari perilaku sobis dan segala bentuk tindak kriminal lainnya.

“Saling mengingatkan bahwa apa yang dilakukan itu bertentangan dengan ajaran agama dan hukum negara. Kita juga harapkan ulama-ulama di daerah menyiarkan fatwa ini,” imbuh Muammar.

Kodam XIV/Hasanuddin sebelumnya menangkap 40 terduga pelaku sobis alias passobis di Sidrap pada Kamis (24/4). Penangkapan ini setelah TNI mendapat laporan dari warga yang menjadi korban.

“Total ada 40 orang diamankan dari satu lokasi di Sidrap. Semuanya berada di satu rumah,” kata Kapendam XIV/Hasanuddin Letkol Arm Gatot Awan Febrianto, Kamis (25/4).

Terduga pelaku menjalankan penipuannya dengan modus mencatut nama pejabat Kodam XIV/Hasanuddin. Selain itu ada pula yang beraksi dengan modus jual beli online, investasi emas dan jual beli barang elektronik.

“Modus yang digunakan antara lain, penyamaran sebagai anggota TNI dengan menggunakan identitas dan atribut palsu demi meyakinkan korban dan mencatut nama pejabat dari Kodam,” kata Gatot.

Para pelaku kemudian diserahkan kepada Polda Sulsel untuk pemeriksaan lebih lanjut pada Jumat (25/4). Namun dari hasil pemeriksaan penyidik kepolisian, 37 orang di antaranya dipulangkan dengan dalih tidak ada laporan resmi dari korban setelah 24 jam diamankan.

“Sehubungan dengan batasan waktu 24 jam dalam proses penangkapan tanpa status tersangka di kepolisian, maka terhadap 37 orang terduga pelaku lainnya dilakukan pemulangan ke keluarganya,” ucap Dirkrimsus Polda Sulsel Kombes Dedi Supriyadi saat konferensi pers, Sabtu (27/4).

Dedi menuturkan, kasus dugaan penipuan sobis tersebut merupakan delik aduan. Penyidik kepolisian membutuhkan laporan dari korban untuk dapat melanjutkan proses hukum.

“Dari sekitar 40 korban yang telah dihubungi oleh penyidik, hanya tiga korban yang bersedia membuat laporan resmi. Oleh karena itu, proses hukum hanya dilanjutkan terhadap 3 orang terduga pelaku,” jelasnya.

Ketiga pelaku yang masih diamankan berdasarkan ada 3 korban yang bersedia diperiksa. Dedi menegaskan kasus ini masih akan didalami lebih lanjut.

“Ketiga korban yang bersedia membuat laporan ini akan diperiksa lebih mendalam, termasuk dalam proses peningkatan status perkara ke tahap penyidikan, pemeriksaan tersangka, serta pemeriksaan saksi korban,” imbuh Dedi.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Didik memastikan terduga pelaku yang dipulangkan masih berpotensi diperiksa untuk keperluan penyelidikan. Pihaknya sudah mengamankan ratusan handphone untuk diperiksa lebih lanjut.

“Dari total 144 handphone yang diamankan, sejauh ini kami telah berhasil mengangkat data dari 20 handphone. Proses ini membutuhkan waktu karena jumlah perangkat yang cukup banyak,” tutur Didik.

Dari hasil analisis sementara dari 20 handphone itu, terdeteksi ada 41 korban penipuan dengan modus jual beli handphone, investasi dalam negeri dan luar negeri. Namun dari jumlah korban itu, hanya ada 3 korban yang baru melapor dan bersedia diperiksa.

“Ketiga korban tersebut terdiri dari satu korban di Jawa Timur dengan kerugian sebesar Rp 8 juta, satu korban di Pontianak dengan kerugian sebesar Rp 3 juta, dan satu korban di Semarang yang saat ini berada di Singapura dengan kerugian sebesar Rp 30 juta,” jelasnya.

Penegakan Hukum Tidak Selesai

37 Passobis Tangkapan TNI Dipulangkan Polisi